Kamis, 27 Desember 2007

IKAAD, Masa Lalu, Masa Sekarang dan Masa Depan

Oleh: Darul Qutni, Presidium IKAAD 2006-2007
Hakikat organisasi adalah cara kerjasama untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, IKAAD (IKATAN ALUMNI AL-AWWABIN DEPOK), yang lahir pada 25 Desember 2004 adalah wadah dan metode kerjasama alumni Al-Awwabin untuk menuju pembangunan hubungan sesama alumni yang lebih produktif dan orientatif.

Masa Lalu IKAAD
Para pendiri IKAAD di Mubes I (pertama), pada 25 Desember, sedari awal sudah bersepakat, bahwa IKAAD memilih untuk menjadi organisasi yang berwatak profesional. Namun, masa lalu tinggallah kenangan. Watak organisasi seperti itu, selama 3 tahun berjalan ternyata belum juga terbentuk. IKAAD gagal mewujudkan AD/ART-nya yang memang tidak didukung oleh basis material yang terpenting: yaitu pengurus yang berwatak fighter, mobile dan memiliki etos kerja tinggi. Akhirnya roda organisasi yang konsepnya ada pada AD/ART, Program Strategis, dan kesepakatan forum demi forum, gagal diwujudkan. Pada Mubes ke-2 yang memilih Abdul Muhyi dan struktur yang lebih fleksibel, yaitu presidium, juga belum mampu memasifikasi dan meningkatkan intesitas aksi-aksi IKAAD. Keadaan ini diambil dari melihat kenyataan bahwa IKAAD lebih banyak diam dibandingkan gerakannya.

Siapa yang bertanggungjawab?
Tentu saja para pendiri dan pengurusnya. Bukan anggota. Bukan simpatisan. Bukan AD/ART-nya. Bukan programnya. Bukan pembinanya dan hal lain yang bukan-bukan. Saya yakin alumni akan mendukung dalam arti seluas-luasnya, jika IKAAD mengadakan sebuah gerakan dan aksi-aksi yang positif. Kalau memang kita mau bertanggung jawab, maka IKAAD ke depan akan lebih jelas dan masa depannya akan semakin terang dan bercahaya.

Bagaimana Ke Depan?
Saya mengusulkan, IKAAD ke depan, lebih fleksibel, lebih simple, dan lebih cair. IKAAD ke depan, harus kita kembalikan lagi menjadi perkumpulan dan paguyuban alumni Al-Awwabin. Program-program aksinya tidak perlu distatiskan, dirutinkan, dan dijangka-jangkakan. IKAAD tidak perlu terjebak pada aspek birokratisasi, administratisasi, formalisasi, simbolisasi, ikonisasi, sloganisasi, yang potensial mendorong kemandulan dan kemacetan komunikasi organisasi jika tidak diimbangi dengan substansialisasi, dan materialisasi.
Program IKAAD diharapkan lahir dan muncul lewat dialektika ide yang berkembang pada perkumpulan-perkumpulan informal alumni Al-Awwabin yang kemudian dimatangkan, dihubungkan dan diseimbangkan pada dialektika materi historisnya. Yang penting, intensitas perkumpulan dan komunikasinya yang harus dijaga untuk membuka sebuah ruang dialektika itu berkembang. Kalau tidak pernah komunikasi, kumpul, dan berinteraksi pada tataran maya sekalipun, maka saya yakin masa depan IKAAD akan semakin gelap. Wallahu a'lam

Ayo, Santri dan Alumni Al-Awwabin Bergerak dan Bersuara !!!

Bagi santri dan alumni Pesantren Al-Awwabin, dapat memanfaatkan blogspot ini untuk bertukar informasi antar sesama. Alumni pesantren al-Awwabin, pada hakekatnya adalah masih santri. Tak ada santri yang bekas, mantan dan pensiun. Ke-santri-an kita dalam arti seluas-luasnya dan sesungguh-sungguhnya haruslah kita jaga sampai ajal menjemput. Blogspot ini dibuat untuk melayani informasi dan pemikiran santri dan alumni Al-Awwabin yang tidak tersalurkan akibat keterbatasan ruang, jarak dan waktu komunikasi.

Informasi lebih lanjut Hub. Abdul Muhyi, Ketua Ikatan Alumni Al-Awwabin Depok (IKAAD) periode 2005-2007 : 02193411114, Darul Qutni: 021 9924 9401,

Minggu, 23 Desember 2007

logo santri-indigo



Santri yang berkarya dan berbudaya digital, mengedepankan mentalitas positif dalam mencipta dan berkarya, dan membina silaturahmi dengan membentuk

Indonesia Digital Community

Sabtu, 22 Desember 2007

Mengenal Lebih Dekat Al-Awwabin

Berawal di tahun 1988, seorang ulama kharismatik dari betawi yaitu Abuya KH. Abdurrahman Nawi berkeinginan untuk membuka suatu Pondok Pesantren yang kebetulan di kediaman beliau sendiri, di Depok. Alasannya, ingin mengembangkan dakwah Islam di tengah zaman yang semakin keropos akhlaknya.

Cita-cita itu lalu diprosesnya dengan bermusyawarah bersama keluarga dan kerabat dekat tentang keinginan beliau, “ternyata teman saya pun sangat mendukung akan cita-cita saya” ujar kiayi yang biasa dipanggil abuya ini.

Pada tahun 1989 terwujudlah cita-citanya untuk membangun sebuah Pondok Pesantren meskipun belum resmi. Pada tanggal 10 bulan Oktober tahun 1989 diresmikanlah Pondok Pesantren oleh Menteri Agama, Munawir Sadzali dan Ketua PBNU saat itu KH. Idham Chalid sekaligus diberi nama yaitu Pondok Pesantren Al-Awwabin yang bertempat di Pancoran Mas Depok.

Pada tahun 1990, pertama kali dibuka penerimaan santri baru untuk angkatan pertama yang kira-kira berjumlah 30 santri. Lambat laun santri di Pondok Pesantren Al-Awwabin meningkat sampai kira-kira 200 santri. Akan tetapi di dalam hati beliau rasanya belum cukup membuka Pesantren satu cabang saja. Akhirnya, beliau berinisiatif membuka cabang yang kedua di Desa Perigi, Sawangan yang di khususkan untuk santriwati.

Sampai sekarang para lulusannya menyebar luas ke berbagai pelosok daerah di Indonesia. Sekitar ribuan alumni sudah terjun ke masyarakat untuk berdakwah menegakan kalimat tauhid dan menyebarkan Islam yang rahmatan lil alamiin. Kepada santri-santrinya yang berdakwah Abuya berpesan “jaga akhlakmu dimana saja kau berada dan teruslah berdakwah dan menyebarkan ilmu yang bermanfaat, sebab satu orang yang mendapat petunjuk dari Allah sebab kamu, itu sesungguhnya lebih baik dari dunia dan segala isinya”.